Two Hands One [Lost Part I]

……….
Siang ini kurapikan dapur yang berantakan, keringat karena panas api tak lagi aku hiraukan.

Yang penting masakan udah siap buat cucuku tersayang. Aku lihat hari-hari ini dia sangat kelelahan, apapun alasannya aku tetap tidak mengerti secara gamblang, walaupun dia sebenernya selalu terbuka sama aku dan selalu cerita apapun yang dilalui sepanjang harinya, wajar saja aku sudah tidak cukup muda untuk memahami gadis seperti dia, gadis yang aktif dan selalu peka terhadap perasaanya, seperti aku dulu, yang memiliki punya banyak rasa disetiap harinya.

Pada awalnya, tidak cukup mudah untuk seorang nenek seperti aku, hanya orang tua yang renta dan mudah pikun harus merawat dan mengurusi gadis sebesar itu. Untuk berbicara dengannya saja aku tidak nyambung, apalagi mengerti perasaannya? Itu lebih sulit lagi untukku. Tapi seiring berjalannya waktu, aku mulai bisa menghadapi Tata, aku bisa memahami perasaannya. Sebentar-sebentar dia penuh semangat menceritakan temannya, tapi beberapa menit kemudian dia lesu menceritakan sesuatu yang sedih, beberapa waktu kemudian dia tersenyum manis lagi, itulah Tata.. anak yang penuh ekspresi.

Tata adalah gadis yang terbuka, dia selalu cerita kemana-mana, sampai pernah suatu saat dia menceritakan gurunya yang memukul dia, dan selanjutnya dia malah bercerita tentang temannya yang kentut di kelas. Dia sangat lucu.

……
“Assalamualaikum Mbah”
“Waalaikumsalam Ta.. Udah pulang to?”
“Iya..”

Tata udah pulang, aku lihat hari ini dia sama Siska temannya yang baik itu, dia sering bercerita kepadaku, kalau Siska selalu menemani dia kemanapun dia pergi, Siska juga sering bantuin Tata saat lagi susah. Beruntung benar cucuku itu memiliki teman yang sangat baik, aku jadi lebih tidak khawatir lagi kalau Tata bepergian. Tapi hari ini, dia terlihat lemas, biarlah.. aku tidak akan mengganggunya, biarkan dia istirahat terlebih dahulu, karena Tata bukanlah orang yang suka diajak bicara ketika dia dalam kondisi seperti ini. Akan aku lanjutkan beres-beresku. Setelah selesai baru aku akan menuju kamarnya, menyuruhnya untuk makan siang.

Jam 14:32…

Aku akan mengetuk kamarnya, terdengar suara samar-samar. Aku tidak jadi mengetuk pintunya, aku hanya berdiri didepan pintu kamar Tata.

“……Ayah nyela aku gak boleh ngomong gitu? Inget gak?… sekolah yah.. aku di parkiran sendirian loh, sebenernya aku…. karena Tata udah boleh bawa……tapi disaat itu juga…….”
Suara apa ini? Tata bicara sama siapa? Tidak begitu jelas terdengar untukku, apa aku masuk? Tidak..! lebih baik aku disini terlebih dahulu.

Hampir seperempat jam aku hanya berdiri mendengarkan Tata, tapi isakkan tangisnya mulai terdengar sampai keluar kamar ini, aku tidak tega, aku khawatir dengannya. Tata kenapa? Aku memberanikan diri untuk masuk ke kamarnya. Terlihat dia terbaring dengan mata dan mukanya yang basah air mata. Dia menangis dengan sedikit teriakkan, entah apalagi yang dipikirkannya kali ini.

“………”
“Ta….?”
“Ta.. Tata sadar.. Tata..?!”
“….hukkhukk….”
“Tata… bangun ono opo to..?!”
“Emb…bah..?”
“Loh Tata nangis..? Napa?”
“..(..hukkhukk..)… Gak.. pa.. pa Mbah kelili…….”
“Kenapa..?”
“Mbaaaaaahhhhhh..!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Kapan Ayah kesini nengok Tata?! Tata kangen..(…hukkhukk..)..?!”
“….”
“Tata udah lama disini Mbah, tapi Ayah gak kesini kenapa gak nanyain Tata…(..)..?”
“Tata tidur lagi aja ya..? embah temenin..”

……bersambung

Tinggalkan komentar